Tamil Nadu: Dua Puluh Minit di Sebuah Sudut Thanjavur




Ting.. tang… ting… tang…, kedua bilah gunting besi beradu dengan pantas sekali, berdentang-denting bergantian di sisi kiri dan kanan telingaku. Sebuah irama yang sudah sekian lama tidak aku dengar, setelah hanya mesin pemotong rambut elektrik yang merajai barbershop pada masa kini.

    Dimulai dari rasa rimas yang teramat sangat, menyengat kedua sisi kepalaku yang ditumbuhi oleh rambut-rambut yang semakin hari semakin melebat, aku melangkahkan kaki mencari tukang gunting rambut di hujung pekan. Cukup tersembunyi di balik lorong-lorong sempit tak jauh dari rumah Gobi (host couchsurfing) di Thanjavur, Tamil Nadu, sebuah kedai gunting rambut dengan hanya dua bangku terjajar rapi, dua orang barber, dan dua orang yang pelanggan. Ruangan mungil ini dilengkapi dengan dua buah sinki, nampaknya kepala pengunjung akan ditempatkan ke sinki itu untuk dibasahi sebelum gunting dan pisau cukur menjalankan tugasnya di kepala mereka. Tak nampak satu pun peralatan elektrik di sini, semuanya serba mekanik. Oh, tak lupa juga bunyi bilah-bilah gunting yang terus beradu berdenting-denting.

Ketika tiba giliranku mendapatkan pelayanan, rambutku terlebih dahulu mendapatkan 'siraman' segar dari air yang mengucur deras dari sinki kecil itu. Tak lama kemudian, bilah-bilah gunting rambut yang panjang itu mula beradu sengit menunaikan tugas mereka, yang denting-dentingnya mengingatkanku pada waktu kecilku, dua puluh tahun yang lalu, ketika mama mendorong kepalaku ke depan dan ke belakang sambil menggunting rambutku yang masih lebat. Dan pada saat itu, selalu dengan tak sabar aku bertanya pada mama, “dah ke belum ma? lama lagi ke?”. Bilah-bilah gunting terus beradu, dan mereka bekerja dengan begitu sabar sekali, hingga beberapa ratus hembusan nafasku berlalu.

Kepalaku didorong ke depan, ke belakang, ke kiri, dan ke kanan. Helai-helai rambut berjatuhan, bak daun-daun berguguran menjelang musim luruh di utara negara ini tiba. Dan ketika kira-kira sudah terasa sejuknya udara di kepalaku, manakala rambut-rambut yang menutup sisi kepala itu perlahan-lahan menjarang, si pemotong rambut bermisai lebat itu mengambil sebidang cermin sambil menantikan aku mengangguk-anggukkan kepala. Kemudian, kedua tangannya dikatupkan, disertakan dengan hentaman keras memijat-mijat kulit kepalaku. Sakit dan pening yang aku dapat rasakan. Namun aku tahu, banyak pengunjung yang datang ke sini hanya untuk merasakan hentaman dan pijatan itu.

"Wokey anne.. Fifty rupee. Sudah selesai, abang. 50 rupee." Si pemotong rambut ini mengakhiri tugasnya sambil menanti wang bayaran yang bakal aku hulurkan.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Search accomodation for your next trip!

Popular Posts

Trip.com

Bangsa membaca bangsa berjaya!

One Way at MYR79!